Cari Blog Ini

Badan Eksekutif Mahasiswa Matematika Universitas Negeri Jakarta

BEM MATEMATIKA UNJ 2016-2017

Inilah kami, Pejuang-Pejuang BEM MATEMATIKA UNJ 2016-2017....

PROFIL BEM MATEMATIKA 2016-2017

BEM Matematika adalah organsasi mahasiswa di....

[HOT] Anjangsana 2016

Mau tau keseruan Matematika UNJ Goes to Semarang? Tengok yuk....

Jumat, 30 Maret 2012

Olimpiade : 7 Orang Peserta Terpilih Untuk Mengikuti ON MIPA

Hot News | 7 Orang peserta telah terpilih untuk mengikuti ON MIPA (Olimpiade Nasional MIPA) Dikti mewakili Jurusan Matematika:

  1. Wisnu Aribowo (PMB'09)
  2. Rahmat Satria B. (PMA'09)
  3. Pratiwi (PMA'09)
  4. Novta Chaerli (PMR'08)
  5. Zaki Hidayat (SBI'10)
  6. Mega Novianti (M'10)
  7. Ayu Dina A (PMR'10)

Yuk Kawan... Doakan perwakilan Jurusan Matematika FMIPA UNJ agar meraih sukses di ON MIPA.
Read more >>

Kamis, 15 Maret 2012

CARI DUIT BAYARAN 5,9 JUTA DALAM SATU HARI (HARI TERAKHIR BAYARAN)

*keajaiban Allah

By Advokasi Kampus Unj




Jumat, 3 Februari 2012 
adalah hari ketika saya merasakan ketenangan setelah ketegangan dan kepanikan yang hampir membuat pecah kepala. Bagaimana tidak, hari itu adalah hari terakhir membayar semesteran dan hari itu juga saya belum memegang uang sepeser pun.


Saya adalah mahasiswa FTangkatan 2011 dan sialnya, saya masuk program nonreguler. Percayalah ini adalah sebuah kecelakaan, sampai-sampai kakak saya memaki-maki sistemjalur masuk di kampus ini karena tidak informatif. Saya masuk lewat jalur UMB dan ketika mendaftar tidak ada keterangan atau pilihan program regular atau nonreguler. Tiba-tiba saat mendaftar ulang, tertulis bahwa saya masuk program nonreguler yang bayarannya tiga setengah kali dari biaya kuliah kakak saya, padahal dia kuliah di kampus nomor satu di Indonesia.


Dengan latar belakang ekonomi keluarga yang pas-pasan (bahkan setahun belakangan sedang sangat kacau), tidak terbayang bagaimana caranya saya harus membayar biaya kuliah sebesar Rp5.9 Juta untuk semester dua ini. Ayah saya menganggur sejak akhir tahun 2009 setelah kantor tempatnya bekerja bangkrut. Ibu saya berjualan makanan, tapi enam bulan belakangan sudah tidak lagi. Jadilah mereka berkerja serabutan. Keluarga kami tidak memiliki tabungan, investasi atau hal lainnya sebagai prevensi untuk biaya hidup. Namun, saya harus yakin saya bisa melewati hari-hari penuh rintangan ke depan, delapan semester yang harus diperjuangkan demi lebih baiknya kehidupan, begitulah kira-kira yang selalu kakak saya tanamkan.


Sedikit mengilas balik ketika akan membayar uang pangkal. Semalam sebelum deadline, orangtua saya sama sekali tidak memegang uang. Rencananya kami akan menggunakan uang beasiswa kakak saya tahun ini untuk menutupinya, tapi ternyata uang beasiswa itu telat cair sampai waktu yang tidak bisa ditentukan (kakak saya bilang, “Biasalah birokrasi pemerintah, nggak banyak ngarep”). Akhirnya, Ibu saya berkeliling-keliling ke rumah tetangga malam-malam untuk meminjam uang. Alhamdulillah, ada tetangga yang bersedia meminjamkan sampai uang beasiswa kakak saya cair.


Masa-masa itu pelik itu pun berhasil dilalui. Setelah dibayarkan utang, uang beasiswa itu sisanya hanya cukup untuk biaya kuliahnya saja, maka kakak saya pun mulai mengajar privat untuk mencari biaya hidup selama satu tahun ke depan. Karena saya tahu betul kondisi ekonomi keluarga saya yang seperti itu, sejak awal semester pertama, Rp5.9 Juta sudah terbayang-bayang dalam pikiran: “Kalau mau tetap kuliah di semester dua, harus ada Rp5.9 Juta.” Gila duit dari mana! Nah, dari awal, saya sudah mengencangkan ikat pinggang untuk mencari uang, dari mulai mencari informasi beasiswa sampai kerja part time saya lakukan.


Yang namanya usaha, tidak ada yang langsung jadi. Oleh karena itu, saya tidak pernah bosan untuk menanyakan beasiswa atau lowongan kerja kepada senior-senior yang lebih berpengalaman. Saya pikir, saya sudah cukup besar untuk menyelesaikan masalah yang satu ini. Tidak tega kalau masih harus mengandalkan orangtua juga. Jadi, saya dan kakak saya akan berusaha semaksimal mungkin agar tidak membebani orangtua kami. Salah satu informasi yang saya dapatkan adalah bantuan pinjaman dari POM sebesar Rp600.000,00 dengan ijazah sebagai jaminannya. Dan kemudahan pun mulai dirasakan, ada tiga orang yang meminjamkan ijazahnya kepada saya dengan cuma-cuma tanpa meminta jaminan apa pun, dua orang di antaranya adalah teman kakak saya yang tidak terlalu mengenal saya dan satunya lagi adalah teman satu jurusan. jadi, ada empat ijazah yang bisa menjadi jaminan. Alhamdulillah, sudah ada Rp2.400.000,00 untuk bayaran semester dua. Setelah itu, saya juga diberitahukan untuk mengajukan permintaan bantuan keBasnaz.Semua proses dan persyaratan telah saya penuhi, tetapi— rupanya Tuhan ingin memberipelajaran—bantuan tersebut belum cair sampai hari-H. Dan pelajarannya adalah kita tidak boleh menggantungkan diri pada manusia di dunia ini,siapa pun! Berharap setelah berusaha itu harus, tetapi bergantung pada satu hal hanya akan membuat putus asa, itu kakak saya yang bilang.


H-1 saya belum punya uang, Rp2.400.000,00 dari POM baru akan cair pada hari Jumat, itu pun saya agak sedikit khawatir karena belum pernah atau jarang ada mahasiswa yang meminjam dengan lebih dari satu ijazah sebagai jaminan, ditambah lagi para pemilik ijazah sedang berliburan di kampung halaman. Saya memberitahu kakak saya tentang hal ini. Dia pun langsung berangkat dari Depok menuju tempat saya di Cempaka Putih. Kami sama-sama bingung tidak tahu harus bagaimana untuk mendapatkan Rp3.500.000,00 dalam waktu semalaman. Di tengah jalan, kakak saya teringat akan teman-temannya. Dia segera menghubungi teman-temannya untuk meminjam uang.Rp3.500.000,00 itu terlalu besar untuk ukuran kantong mahasiswa, lagipula kakak saya pun malu jika harus meminjam uang sebanyak itu sekaligus. Akhirnya dia meminjam sebesar Rp500.000,00 kepada setiap temannya. Alhamdulillah, tidak sampai semalan, ada lima orang temannya yang dengan mudah memberikan pinjaman. Dia bilang, tiga orang diantaranya adalah teman SMA, satu orang adik kelasnya, dan satu orang lagi teman di kampusnya. Subhanalloh, malam itu perasaan kami campur aduk antara senang dan tegang karena masih kurangRp1.000.000,00 lagi. Saya pun mengikuti cara kakak, saya hubungi teman-teman saya untuk meminta bantuan. Alhamdulillah ada dua orang teman kampus saya yang bersedia membantu. Jadi, kurangnya tinggal Rp700.000,00. Pagi harinya, Ibu menyarankan untuk meminta bantuan kepada salah seorang saudara kami. Dia pun bersedia memberi pinjaman sebesar Rp600.000,00. Alhamdulillah…Saya dan kakak langsung berangkat kampus. Di kampus, saya dan kakak saya sudah seperti setrikaan. Bolak-balik ke sana kemari. Kami ke ruang POM untuk menukar empat ijazah dengan uang Rp2.400.000,00. Alhamdulillah bapak petugasnya ramah dan bahkan mendukung aksi meminjam ijazah ini. Lalu saya ke ruang BEM bertemu kakak-kakak advokasi. Berkali-kali kami keluar masuk ATM untuk mengambil uang yag sudah dikirim oleh teman-teman kakak saya. Lima ratus, satu juta, dua juta, tiga juta, sampai total uang (pinjaman) di tangan kami berjumlah Rp5.800.000,00. Di tengah rintik hujan yang terbawa angin, , kami duduk di atas tumpukan kayu di bawah pohon dekat Bank Bukopin. Mengingat-ingat wajah teman kami yang bisa dipinjami uang.


Ya, di detik-detik terakhir seperti itu usaha yang terlintas dalam benak hanya meminjam uang kepada teman-teman yang bisa diandalkan. Satu menit, dua menit, sampai entah berapa lama kami duduk di sana, tidak ada. Kakak saya pun sudah mulai bingung mau pinjam ke mana lagi karena banyak dari teman-temannya yang sudah dihubungi kemarin dan mereka tidak memegang uang ‘nganggur’, teman yang lainnya sudah sering ia pinjami, jadi agak segan meminjam lagi katanya. Waktu sudah menunjukkan pukul 15.30. Berarti setengah jam lagi bank akan tutup, tetapi uang bayaran saya masih kurang seratus ribu. Saya tidak mau panik, kakak saya bilang kami tidak boleh panik. Yakin bahwa Tuhan akan memberi jalan entah bagaimana caranya. Di tengah suasana tegang seperti itu, kakak saya masih bisa bercanda dengan mengatakan, “Cuy, liat deh anak-anak SMA itu, buat mereka, duit seratus ribu bukan masalah men! Lo minta aja sama mereka gih.!” Kami pun tertawa ironis atas ide gilanya, percayalah idenya jarang ada yang waras. Lima belas menit berlalu dengan gurauan dan tawa di mulut, tapi otak masih terus berpikir.Tiba-tiba, handphone kakak saya bergetar, ada pesan yang dari orangtua muridnya, “Mba, honor yang kemarin sudah saya kirim.Makasi ya.” AllohuAkbar! Seperti mendapat poin kemenangan, kakak saya ber-yesss sambil mengepalkan tangan ala pemain bulu tangkis.Kami langsung berlari menuju ATM tanpa memedulikan hujan yang semakin menderas.


Bersama kesulitan selalu ada kemudahan. Tuhan itu Maha baik dan akan selalu baik. Tugas kita tinggal meminta dan percaya, maka jalan akan terbuka, hati dan kaki kita pun akan digerakan-Nya. Rp5.9 Juta bisa terkumpul kurang dari satu hari hanya atas bantuan-Nya dengan cara yang tidak bisa dikira-kira. Setelah menyelesaikan satu pekerjaan, ada pekerjaan lain yang harus segera dilakukan. Dan sekarang adalah waktunya usaha untuk membayar utang. Memang, berutang itu tidak selalu baik dan juga tidak selalu buruk.Menjadi baik karena itu bisa untuk menutupi kebutuhan yang penting dan mendesak. Namun, akan menjadi sangat buruk akibatnya jika kita tidak tahu bagaimana cara membayarnya. Tuhan memberikan masalah satu paket dengan solusinya.Alhamdulillah, mulai bulan ini, ayah saya sudah mulai bekerja kembali dan saya pun mendapat pekerjaan part time dengan gaji yang lumayan.Bisa lah untuk membayar utang, insya Alloh.


“Tidak akan pernah merasa tersiksa bagi mereka yang mengejar impiannya.”-Sang Alkemis-


Nb:5 Februari 2011 02:45 semoga menginspirasi teman2 ^^Allah pasti kasih jalan keluar dengan Indahnya 
*jika kita mau memahaminya, berusaha dan bertawakkal..
semangat2!!! setia melayani dengan hati...
Read more >>