BEM MATEMATIKA UNJ 2016-2017
Inilah kami, Pejuang-Pejuang BEM MATEMATIKA UNJ 2016-2017....
PROFIL BEM MATEMATIKA 2016-2017
BEM Matematika adalah organsasi mahasiswa di....
[HOT] Anjangsana 2016
Mau tau keseruan Matematika UNJ Goes to Semarang? Tengok yuk....
[HOT] Ketua BEM Matematika FMIPA UNJ Terbaru!
Mau tau? Yuk mampir ke sini....
Jumat, 15 Juni 2012
Sabtu, 02 Juni 2012
Mencari Pahlawan Indonesia
Berbicara mengenai pahlawan tentu kita akan berbicara mengenai peradaban suatu negeri karena peradaban suatu negeri bergantung dari pahlawan-pahlawan yang ada pada masa itu, pahlawan terlahir dari kondisi atau keadaan yang serba tidak nyaman, kebanyakan dari mereka terlahir dari jaman yang penuh konflik, jaman yang didalamnya terdapat permasalahan-permasalahan yang menuntut mereka untuk bangkit melawan dan menegakkan apa yang seharusnya ditegakkan.
Banyak yang bertanya, Siapa sih Pahlawan itu? Pahlawan bukanlah orang suci yang diturunkan dari langit ke bumi untuk menyelesaikan persoalan manusia dengan mukjizat. Pahlawan adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dalam sunyi yang panjang, sampai waktu mereka habis. Mereka tidak harus tercatat dalam buku sejarah atau dimakamkan di taman makam pahlawan. Mereka juga melakukan kesalahan dan dosa. Mereka adalah manusia biasa yang berusaha memaksimalkan seluruh kemampuan untuk memberikan yang terbaik bagi orang-orang disekelilingnya. Mereka merakit kerja-kerja kecil menjadi sebuah gunung, karya kepahlawanan adalah tabung jiwa dalam masa yang lama… dan dari mana mereka datang? Mereka muncul di saat-saat sulit. Mereka datang untuk memikul beban yang tidak dipikul manusia di zamannya. Mereka merespon tantangan-tantangan kehidupan yang berat.
Para pahlawan menyadari betul bahwa *Tantangan adalah stimulan kehidupan yang disediakan Allah untuk memancing “naluri kepahlawan”- nya muncul. Bagi mereka yang tidak memiliki naluri ini, tantangan ini dianggap beban berat, mereka akan menghindari dan menerima dengan sukarela posisi kehidupan yang tidak terhormat.* * (Naluri Kepahlawanan, Hal 4, Anis matta). Itulah pahlawan, pahlawan bukan hanya orang-orang yang berperang membela negerinya dan meninggal lalu dimakamkan dimakam pahlawan, tetapi lebih dari itu. siapa saja bisa menjadi pahlawan, tidak terkecuali tukang becak, pilot, ataupun supir angkot. Mereka semua adalah pahlawan bagi kita, mereka adalah pahlawan atas fungsi dan peranannya di bidang masing-masing
Sebelum berbicara mengenai “mencari pahlawan Indonesia” alangkah lebih baiknya jika kita mengetahui perangkat-perangkat apa saja yang diperlukan untuk menjadi seorang pahlawan.
apa saja akhirnya yang mendukung naluri kepahlawanan, karena naluri saja tidak cukup untuk menjadikan kita pahlawan. Anis Matta mengatakan, *Jika Naluri Kepahlawanan adalah akar pohon kepahlawanan, maka Keberanian adalah batang yang menegakkannya. Tidak ada Keberanian yang sempurna tanpa Kesabaran, karena kesabaran adalah nafas yang menentukan lama tidaknya keberanian itu akan bertahan dalam diri seseorang. Dan Pengorbanan adalah bahan bakar dari ketiga hal di atas, Naluri Kepahlawanan, Keberanian dan Kesabaran…
Lalu, apa lagi stimulus yang diperlukan untuk menjadikan diri kita pahlawan, jawabannya adalah *kebaikan*. Mengapa? *Kebaikan adalah medan kompetisi bagi para pahlawan yang akan mengeksploitasi potensi potensi mereka. Dengarkan apa yang ada dalam pikiran para pahlawan, Setiap kali mereka menyelesaikan satu unit amal, dalam tempo yang ringkas dan cepat, dengan kualitas maksimum, dan dengan manfaat sosial sebesar-besarnya, barulah mereka dapat menikmati rentang waktu itu. Kebahagian mereka terletak pada selesainya unit-unit amal shalih yang mereka kerjakan dengan cara yang sempurna.
Langkah-langkah untuk menjadi pahlawan
Pertama adalah *optimisme*, optimisme adalah titik tengah realismen dan idealisme. Optimisme mengajarkan bahwa kita harus idealis dalam menjalani kehidupan ini, namun kita juga harus sadar bahwa kita hidup di dalam dunia yang real (nyata) yang terkadang jauh dari nilai-nilai ideal.
Kedua, *Mengambil Momentum*, Seseorang tidak menjadi pahlawan karena melakukan pekerjaan kepahlawanan sepanjang hidupnya, kepahlawanan memiliki momentumnya. Yang perlu kita lakukan adalah mempercepat saat-saat kematangan. Yaitu dengan mengumpulkan sebanyak mungkin potensi dalam diri kita, mengolahnya dan kemudian mengkristalisasikannya. Dengan ini kita memperluas peluang sejarah atau mengantar kita ke pintu sejarah.
Ketiga, *Menjaga Kegembiraan Jiwa*, untuk terus mampu berjalan jiwa ini perlu dijaga agar tetap dalam kondisi gembira. Kegembiraan adalah sumber energi bagi jiwa.
Keempat, *Terus Menggali Keunikan Diri*, Sejarah hanya mencatat karya-karya yang berbeda dengan yang pernah ada sebelumnya. *Sejarah tidak mencatat pengulangan-pengulangan. Kecuali untuk karya di bidang sama dan memiliki kualitas yang tidak berbeda. Menjadi unik adalah beban psikologis yang tidak semua orang mampu menanggungnya. Ancamannya adalah isolasi, keterasingan dan akhirnya adalah kesepian. Jika engkau bersedia menerima takdir kesepian sebagai pajak bagi keunikan, maka niscaya masyarakat juga akan membayar harga yang sama : kelak mereka akan merasa kehilangan*.
Kelima, *terus bergerak Menuju Kesempurnaan*, kesempurnaan adalah obsesi seorang pahlawan. Bergerak menuju sempurna adalah bergerak menuju batas maksimum, “Bagaimana mengetahui batas maksimum itu…?” *Batasan itu bersifat psikologis, yaitu semacam kondisi psikologis tertentu yang dirasakan seseorang dari suatu proses maksimalisasi penggunaan potensi diri, dimana seseorang memasuki keadaan yang oleh Al Qur’an disebut sebagai “menjelang putus asa”.
Keenam, *Siap Dengan Kegagalan*, pertanyaannya Bagaimana mereka mampu melampaui kegagalan-kegagalannya dan merengkuh takdirnya sebagai pahlawan…? Jawabnya adalah, *Mereka memiliki mimpi yang tidak pernah selesai, mereka memiliki semangat pembelajaran yang konstan, dan kepercayaan terhadap waktu, mereka menyadari bahwa segala sesuatu memiliki waktunya.
Ketujuh, *Kekuatan Imajinasi*
Di akhir buku ini Anis Matta mengatakan bahwa *jangan pernah menanti kedatangan mereka atau menggodanya untuk datang ke sini. Mereka tidak akan pernah datang. Mereka bahkan sudah ada di sini. Mereka lahir dan besar di sini, di negeri ini. Mereka adalah aku, kau, dan kita semua. Mereka bukan orang lain. Mereka hanya belum memulai. Mereka hanya perlu berjanji untuk merebut takdir kepahlawanan mereka; dan dunia akan menyaksikan gugusan pulau-pulau negeri ini menjelma menjadi untaian kalung zamrud kembali yang menghiasi leher sejarah*. (Naluri Kepahlawanan, Hal 228, Anis matta)
Jika para pahlawan adalah anak jaman mereka, tentulah mereka membutuhkan potongan-potongan zaman yang merangsang munculnya kepahlawanan mereka. Ada banyak orang baik yang lahir dan mati tanpa pernah menjadi pahlawan; karena ia lahir pada jaman yang lesu, di mana hampir semua perempuan seakan mandul atau enggan meiahirkan pahlawan. Begitulah awalnya kesaksian kita; ada banyak potongan zaman yang kosong dari para pahlawan. Jaman kevakuman, jaman tanpa pahlawan. Pada potongan jaman seperti itu mungkin ada orang yang berusaha menjadi pahlawan; tetapi usaha itu seperti sebuah teriakan di tengah gurun; gemuruh sejenak, lain lenyap ditelan sunyi gurun.
Itulah yang terjadi pada saat sebuah peradaban sedang terjun bebas menuju kehancuran atau keruntuhannya. Ambillah contoh seting sejarah Islam kembali. Setelah berakhirnya kekuasaan Daulatul Muwahhidin dan Daulatul Murobithin di kawasan Afrika Utara pada penghujung milenium hijriah pertama, sulit sekali menemukan nama besar dalam sejarah Islam. Siapakah pahlawan Islam yang kita kenal dari generasi abad kesebelas dan keduabelas hijriyah? Saat itu bertepatan dengan abad kedelapanbelas dan kesembilanbelas hijriyah. Saat itulah, penjajahan Bangsa Eropa atas dunia Islam terjadi.
Para pahlawan Islam baru bermunculan kembali setelah abad ketigabelas hijriyah. Generasi pahlawan yang muncul pada abad ini adalah pahlawan pembaharu Islam. Ada nama Muhammad Bin Abdul Wahhab di Jazirah Arab. Ada nama Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Hasan Al-Banna. dan Sayyid Quthub di Mesir. Ada Al-Maududi di Pakistan dan ada Al-Kandahlawi di India.
Begitulah mata rantai kepahlawanan pembaharu dimulai; kelesuan jaman mandul telah sampai pada titik nadirnya; kesabaran orang-orang terjajah telah habis, kelemahan orang-orang tertindas telah menjelma jadi kekebalan. Mereka terbangun dalam gelap, bergerak dalam ketidakjelasan. Akan tetapi, mereka telah bergerak. Ruh kehidupan umat telah kembali.
Sejarah kepahlawan manusia, dengan demikian, sebenarnya merupakan bagian dari sejarah peradabannya. Ini menjelaskan mengapa lebih banyak pahlawan yang lahir dari peradaban-peradaban besar dan relatif tua. Masyarakat primitif, sebaliknya, biasanya memiliki nasib yang sama dengan masyarakat dari sebuah peradaban yang baru saja mengakhiri kejayaannya; seperti perempuan mandul yang tidak mungkin melahirkan pahlawan.
Kenyataan inilah yang menjelaskan hubungan timbal balik antara pahlawan dan lingkungannya, antara tokoh dan peradabannya; sejarah peradaban adalah sejarah para pahiawannya, tetapi para pahlawan itu tetap saja merupakan anak-anak yang lahir dari rahim peradaban. Para pahlawan menjadi simbol kekuatan sebuah peradaban, tetapi peradaban memberi ruang yang luas bagi munculnya para pahlawan itu. Sebaliknya pun demikian. Hilangnya para pahlawan adalah isyarat matinya sebuah peradaban, tetapi runtuhnya sebuah peradaban adalah isyarat hilangnya ruang gerak bagi para pahlawan.
Jika kita menelaah lebih jauh sebenarnya kondisi bangsa kita saat ini sedang menuju pada kehancurannya, bagaimana tidak, fakta membuktikan bahwa para pemimpin negeri ini banyak sekali yang terindikasi dan terbukti melakukan tindakan korupsi, terjadinya praktek mafia hukum, makelar kasus yang dilakukan oleh petinggi-petinggi penegak hukum yang seharusnya mereka merupakan aset termahal yang dimliki bangsa ini untuk memberantas kriminalisasi hukum dinegeri ini, namun yang terjadi adalah sebaliknya, mereka malah menggunakan kekuasaannya untuk menyakiti hati rakyat Indonesia yang telah mempercayakan mereka sebagai penegak hukum dinegeranya, tidak hanya polisi, salah seorang jaksa agung terbaik yang dimiliki negeri ini pun beberapa waktu yang lalu terbukti telah mengkhianati tanah airnya dengan terbuai oleh harta tanpa memperdulikan jutaan nasib rakyat miskin yang ada dinegrinya, dan masih banyak lagi fakta-fakta buruk yang telah dan sedang terjadi dibidang pendidikan, ekonomi, dsb fakta ini menunjukkan bahwa tidak hanya rakyatnya saja yang dapat melakukan praktek-praktek kejahatan, pemimpinnya pun bisa melakukan itu, dah ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi hal yang sama dimasa yang akan datang. Fakta-dakta inilah yang mengindikasikan negri ini akan menuju pada kehancurannya jika tidak hadirnya para pahlawan yang mau concern terhadap permasalahan-permasalahan yang ada pada negeri ini.
Oleh karena itulah, Indonesia membutuhkan pahlawan-pahlawan yang tidak hanya pintar ataupun cerdas dalam menyelesaikan segala permasalahn negeri ini namun lebih dari itu Indonesia membutuhkan pahlawan-pahlawan yang memiliki akhlak yang mulia, kesabaran yang tinggi, keteguhan azam atau tekad dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan bangsa, karena banyak sekali para pemimpin kita saat ini yang dulunya memiliki idealisme seorang pahlawan namun ketika mereka telah mendapatkan amanah itu idealisme mereka yang dahulu mengebu-gebu seakan-akan hilang tertiup angin.
Sumber Referensi : Buku Mencari Pahlawan Indonesia Karya Anis Matta
Read more >>
Banyak yang bertanya, Siapa sih Pahlawan itu? Pahlawan bukanlah orang suci yang diturunkan dari langit ke bumi untuk menyelesaikan persoalan manusia dengan mukjizat. Pahlawan adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dalam sunyi yang panjang, sampai waktu mereka habis. Mereka tidak harus tercatat dalam buku sejarah atau dimakamkan di taman makam pahlawan. Mereka juga melakukan kesalahan dan dosa. Mereka adalah manusia biasa yang berusaha memaksimalkan seluruh kemampuan untuk memberikan yang terbaik bagi orang-orang disekelilingnya. Mereka merakit kerja-kerja kecil menjadi sebuah gunung, karya kepahlawanan adalah tabung jiwa dalam masa yang lama… dan dari mana mereka datang? Mereka muncul di saat-saat sulit. Mereka datang untuk memikul beban yang tidak dipikul manusia di zamannya. Mereka merespon tantangan-tantangan kehidupan yang berat.
Para pahlawan menyadari betul bahwa *Tantangan adalah stimulan kehidupan yang disediakan Allah untuk memancing “naluri kepahlawan”- nya muncul. Bagi mereka yang tidak memiliki naluri ini, tantangan ini dianggap beban berat, mereka akan menghindari dan menerima dengan sukarela posisi kehidupan yang tidak terhormat.* * (Naluri Kepahlawanan, Hal 4, Anis matta). Itulah pahlawan, pahlawan bukan hanya orang-orang yang berperang membela negerinya dan meninggal lalu dimakamkan dimakam pahlawan, tetapi lebih dari itu. siapa saja bisa menjadi pahlawan, tidak terkecuali tukang becak, pilot, ataupun supir angkot. Mereka semua adalah pahlawan bagi kita, mereka adalah pahlawan atas fungsi dan peranannya di bidang masing-masing
Sebelum berbicara mengenai “mencari pahlawan Indonesia” alangkah lebih baiknya jika kita mengetahui perangkat-perangkat apa saja yang diperlukan untuk menjadi seorang pahlawan.
apa saja akhirnya yang mendukung naluri kepahlawanan, karena naluri saja tidak cukup untuk menjadikan kita pahlawan. Anis Matta mengatakan, *Jika Naluri Kepahlawanan adalah akar pohon kepahlawanan, maka Keberanian adalah batang yang menegakkannya. Tidak ada Keberanian yang sempurna tanpa Kesabaran, karena kesabaran adalah nafas yang menentukan lama tidaknya keberanian itu akan bertahan dalam diri seseorang. Dan Pengorbanan adalah bahan bakar dari ketiga hal di atas, Naluri Kepahlawanan, Keberanian dan Kesabaran…
Lalu, apa lagi stimulus yang diperlukan untuk menjadikan diri kita pahlawan, jawabannya adalah *kebaikan*. Mengapa? *Kebaikan adalah medan kompetisi bagi para pahlawan yang akan mengeksploitasi potensi potensi mereka. Dengarkan apa yang ada dalam pikiran para pahlawan, Setiap kali mereka menyelesaikan satu unit amal, dalam tempo yang ringkas dan cepat, dengan kualitas maksimum, dan dengan manfaat sosial sebesar-besarnya, barulah mereka dapat menikmati rentang waktu itu. Kebahagian mereka terletak pada selesainya unit-unit amal shalih yang mereka kerjakan dengan cara yang sempurna.
Langkah-langkah untuk menjadi pahlawan
Pertama adalah *optimisme*, optimisme adalah titik tengah realismen dan idealisme. Optimisme mengajarkan bahwa kita harus idealis dalam menjalani kehidupan ini, namun kita juga harus sadar bahwa kita hidup di dalam dunia yang real (nyata) yang terkadang jauh dari nilai-nilai ideal.
Kedua, *Mengambil Momentum*, Seseorang tidak menjadi pahlawan karena melakukan pekerjaan kepahlawanan sepanjang hidupnya, kepahlawanan memiliki momentumnya. Yang perlu kita lakukan adalah mempercepat saat-saat kematangan. Yaitu dengan mengumpulkan sebanyak mungkin potensi dalam diri kita, mengolahnya dan kemudian mengkristalisasikannya. Dengan ini kita memperluas peluang sejarah atau mengantar kita ke pintu sejarah.
Ketiga, *Menjaga Kegembiraan Jiwa*, untuk terus mampu berjalan jiwa ini perlu dijaga agar tetap dalam kondisi gembira. Kegembiraan adalah sumber energi bagi jiwa.
Keempat, *Terus Menggali Keunikan Diri*, Sejarah hanya mencatat karya-karya yang berbeda dengan yang pernah ada sebelumnya. *Sejarah tidak mencatat pengulangan-pengulangan. Kecuali untuk karya di bidang sama dan memiliki kualitas yang tidak berbeda. Menjadi unik adalah beban psikologis yang tidak semua orang mampu menanggungnya. Ancamannya adalah isolasi, keterasingan dan akhirnya adalah kesepian. Jika engkau bersedia menerima takdir kesepian sebagai pajak bagi keunikan, maka niscaya masyarakat juga akan membayar harga yang sama : kelak mereka akan merasa kehilangan*.
Kelima, *terus bergerak Menuju Kesempurnaan*, kesempurnaan adalah obsesi seorang pahlawan. Bergerak menuju sempurna adalah bergerak menuju batas maksimum, “Bagaimana mengetahui batas maksimum itu…?” *Batasan itu bersifat psikologis, yaitu semacam kondisi psikologis tertentu yang dirasakan seseorang dari suatu proses maksimalisasi penggunaan potensi diri, dimana seseorang memasuki keadaan yang oleh Al Qur’an disebut sebagai “menjelang putus asa”.
Keenam, *Siap Dengan Kegagalan*, pertanyaannya Bagaimana mereka mampu melampaui kegagalan-kegagalannya dan merengkuh takdirnya sebagai pahlawan…? Jawabnya adalah, *Mereka memiliki mimpi yang tidak pernah selesai, mereka memiliki semangat pembelajaran yang konstan, dan kepercayaan terhadap waktu, mereka menyadari bahwa segala sesuatu memiliki waktunya.
Ketujuh, *Kekuatan Imajinasi*
Di akhir buku ini Anis Matta mengatakan bahwa *jangan pernah menanti kedatangan mereka atau menggodanya untuk datang ke sini. Mereka tidak akan pernah datang. Mereka bahkan sudah ada di sini. Mereka lahir dan besar di sini, di negeri ini. Mereka adalah aku, kau, dan kita semua. Mereka bukan orang lain. Mereka hanya belum memulai. Mereka hanya perlu berjanji untuk merebut takdir kepahlawanan mereka; dan dunia akan menyaksikan gugusan pulau-pulau negeri ini menjelma menjadi untaian kalung zamrud kembali yang menghiasi leher sejarah*. (Naluri Kepahlawanan, Hal 228, Anis matta)
Jika para pahlawan adalah anak jaman mereka, tentulah mereka membutuhkan potongan-potongan zaman yang merangsang munculnya kepahlawanan mereka. Ada banyak orang baik yang lahir dan mati tanpa pernah menjadi pahlawan; karena ia lahir pada jaman yang lesu, di mana hampir semua perempuan seakan mandul atau enggan meiahirkan pahlawan. Begitulah awalnya kesaksian kita; ada banyak potongan zaman yang kosong dari para pahlawan. Jaman kevakuman, jaman tanpa pahlawan. Pada potongan jaman seperti itu mungkin ada orang yang berusaha menjadi pahlawan; tetapi usaha itu seperti sebuah teriakan di tengah gurun; gemuruh sejenak, lain lenyap ditelan sunyi gurun.
Itulah yang terjadi pada saat sebuah peradaban sedang terjun bebas menuju kehancuran atau keruntuhannya. Ambillah contoh seting sejarah Islam kembali. Setelah berakhirnya kekuasaan Daulatul Muwahhidin dan Daulatul Murobithin di kawasan Afrika Utara pada penghujung milenium hijriah pertama, sulit sekali menemukan nama besar dalam sejarah Islam. Siapakah pahlawan Islam yang kita kenal dari generasi abad kesebelas dan keduabelas hijriyah? Saat itu bertepatan dengan abad kedelapanbelas dan kesembilanbelas hijriyah. Saat itulah, penjajahan Bangsa Eropa atas dunia Islam terjadi.
Para pahlawan Islam baru bermunculan kembali setelah abad ketigabelas hijriyah. Generasi pahlawan yang muncul pada abad ini adalah pahlawan pembaharu Islam. Ada nama Muhammad Bin Abdul Wahhab di Jazirah Arab. Ada nama Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Hasan Al-Banna. dan Sayyid Quthub di Mesir. Ada Al-Maududi di Pakistan dan ada Al-Kandahlawi di India.
Begitulah mata rantai kepahlawanan pembaharu dimulai; kelesuan jaman mandul telah sampai pada titik nadirnya; kesabaran orang-orang terjajah telah habis, kelemahan orang-orang tertindas telah menjelma jadi kekebalan. Mereka terbangun dalam gelap, bergerak dalam ketidakjelasan. Akan tetapi, mereka telah bergerak. Ruh kehidupan umat telah kembali.
Sejarah kepahlawan manusia, dengan demikian, sebenarnya merupakan bagian dari sejarah peradabannya. Ini menjelaskan mengapa lebih banyak pahlawan yang lahir dari peradaban-peradaban besar dan relatif tua. Masyarakat primitif, sebaliknya, biasanya memiliki nasib yang sama dengan masyarakat dari sebuah peradaban yang baru saja mengakhiri kejayaannya; seperti perempuan mandul yang tidak mungkin melahirkan pahlawan.
Kenyataan inilah yang menjelaskan hubungan timbal balik antara pahlawan dan lingkungannya, antara tokoh dan peradabannya; sejarah peradaban adalah sejarah para pahiawannya, tetapi para pahlawan itu tetap saja merupakan anak-anak yang lahir dari rahim peradaban. Para pahlawan menjadi simbol kekuatan sebuah peradaban, tetapi peradaban memberi ruang yang luas bagi munculnya para pahlawan itu. Sebaliknya pun demikian. Hilangnya para pahlawan adalah isyarat matinya sebuah peradaban, tetapi runtuhnya sebuah peradaban adalah isyarat hilangnya ruang gerak bagi para pahlawan.
Jika kita menelaah lebih jauh sebenarnya kondisi bangsa kita saat ini sedang menuju pada kehancurannya, bagaimana tidak, fakta membuktikan bahwa para pemimpin negeri ini banyak sekali yang terindikasi dan terbukti melakukan tindakan korupsi, terjadinya praktek mafia hukum, makelar kasus yang dilakukan oleh petinggi-petinggi penegak hukum yang seharusnya mereka merupakan aset termahal yang dimliki bangsa ini untuk memberantas kriminalisasi hukum dinegeri ini, namun yang terjadi adalah sebaliknya, mereka malah menggunakan kekuasaannya untuk menyakiti hati rakyat Indonesia yang telah mempercayakan mereka sebagai penegak hukum dinegeranya, tidak hanya polisi, salah seorang jaksa agung terbaik yang dimiliki negeri ini pun beberapa waktu yang lalu terbukti telah mengkhianati tanah airnya dengan terbuai oleh harta tanpa memperdulikan jutaan nasib rakyat miskin yang ada dinegrinya, dan masih banyak lagi fakta-fakta buruk yang telah dan sedang terjadi dibidang pendidikan, ekonomi, dsb fakta ini menunjukkan bahwa tidak hanya rakyatnya saja yang dapat melakukan praktek-praktek kejahatan, pemimpinnya pun bisa melakukan itu, dah ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi hal yang sama dimasa yang akan datang. Fakta-dakta inilah yang mengindikasikan negri ini akan menuju pada kehancurannya jika tidak hadirnya para pahlawan yang mau concern terhadap permasalahan-permasalahan yang ada pada negeri ini.
Oleh karena itulah, Indonesia membutuhkan pahlawan-pahlawan yang tidak hanya pintar ataupun cerdas dalam menyelesaikan segala permasalahn negeri ini namun lebih dari itu Indonesia membutuhkan pahlawan-pahlawan yang memiliki akhlak yang mulia, kesabaran yang tinggi, keteguhan azam atau tekad dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan bangsa, karena banyak sekali para pemimpin kita saat ini yang dulunya memiliki idealisme seorang pahlawan namun ketika mereka telah mendapatkan amanah itu idealisme mereka yang dahulu mengebu-gebu seakan-akan hilang tertiup angin.
Sumber Referensi : Buku Mencari Pahlawan Indonesia Karya Anis Matta
Langganan:
Postingan (Atom)